Maaf ya sebelumnya Sion menghabiskan waktu semaleman sampai ganti hari buat ngerjain artikel itu. Hehe. Meskipun masih bau kencur, Sion pengen lanjut nulis artikel dan memberi wawasan baru ke teman pembaca semua >--<
Stay tune untuk postingan di blog Sion ya #grin
____________________________________________________________________________
Chapter
23
“Nona
tidak pergi?” tanya Vincent pada Kenan ketika melihat Kenan seharian duduk di
depan perapian.
“Ah, aku pikir kau
orang yang pintar bersandiwara. Tapi ingat ya, itu menyebalkan. Meskipun Beethoven memeluk teddy bear sambil
menghisap jempolnya di depanku,”
sahut Kenan membuat Vincent melongok. “Kau pasti ingat teman perempuanku di
Brokeveth dulu. Samantha Sadykova.”
“Ya, Nona. Lalu?”
Tangan Kenan
menopang dagunya. “Entah apa yang kupikirkan dulu, sehingga aku bisa membongkar
kebohonganku sendiri hanya di hadapannya.”
“Ada alasan lain
sehingga Nona membuka rahasia sendiri?” tanyanya heran.
Dengan perasaan
kebas Kenan melemaskan badannya di sofa.
“Aku sendiri tak
mengerti mengapa tak kulanjutkan saja kebohongan bodoh itu. Waktu itu yang
terlintas di pikiranku adalah permainan biolanya yang amat payah.” Kenan
menghela nafas. “Aku terlalu meremehkan orang lain.”
“Lady Sadykova menang dalam persaingan
dingin dengan Nona di medan perang panggung Wina?”
“Kejujuranmu
membuatku ingin menghantammu, Vince.”
Cukup lama Kenan
tak berdiri di panggung lagi. Seseorang yang seperti Echinodermata, hidup di
dasar samudra tiba-tiba muncul dan mengambil alih peran juga posisi Kenan di
mata Wina. Kenan mungkin merasa dalam zona nyaman selama 2 tahun di Wina dari
Inggris sehingga tidak memperhitungkan mantan teman satu sekolahnya di
Brokeveth, Samantha Sadykova.
“Sungguh aku lebih
tak mengerti kenapa aku bisa kalah dengan bujukanmu,” keluh Kenan pada
pelayannya yang sedang tenang ketika menyupir.
“Agar Nona jangan
lari terus ketika menghadapi masalahan yang Nona buat sendiri.”
“Wah, bagus sekali
kau sudah pintar menyalahkanku, Vince.”
“..., bravo!” seru seorang musisi profesional
dari Wina setelah Sam menyelesaikan permainan biolanya.
Bravo
karena telah sukses membalikkan keadaan, Sam, pikir Kenan.
Sam yang puas
dengan penampilannya menundukkan badannya dengan tersenyum. Senyuman itu entah karena bangga pada
penampilannya atau karena telah berhasil menyingkirkanku
sekaligus membalaskan rasa
kesalmu dulu?
“Jadi, aku masih
mempertanyakan kenapa aku ada di sini, Vince?” tanya Kenan dengan wajah bosan
begitu sampai di hall Aula Smetana setelah
pergi duluan dari penonton lainnya.
“Coba Nona pikirkan dengan kepala dingin.”
Vincent mencarikan tempat duduk untuk Nonanya.
“Oh, kepalaku sudah
beku karena dinginnya cuaca. Apalagi yang harus –“
“Ah, siapa yang
kutemukan ini yang tetap berjalan
bersama butler-nya?”
seru Sam tiba-tiba, “di saat salju
menumpuk pula.”
Terlanjur
tertangkap basah, mau tidak mau Kenan harus berhadapan langsung dengan pokok
masalahnya; Samantha Sadykova, Challysto, Praha, Wina, peran solo yang diambil
alih, dan dendam. Kentara sekali dari cara Sam sengaja berbondong-bondong membawa
para musisi dan komposer terkenal ke depan mukanya.
“Selamat malam,
nona Sadykova,” sapa Kenan datar.
Para orang-orang
terkenal yang mengelilingi Sam tercuri perhatiannya karena kehadiran orang yang
tak disangka-sangka akan muncul dalam pertunjukkan orang lain. Kenan memang dikenal sebagai orang yang harga dirinya
tinggi untuk datang pada resital selain dimana dirinya terlibat.
“Wah, dingin sekali
sapaan nona Alexa ini?” tanya Sam dengan wajah manis. Licik tentunya. “Sama
seperti waktu itu. Apa karena waktu luang membuatmu bosan?”
“Tidak juga,” jawab
Kenan singkat karena sudah merasa resah akibat pandangan tidak mengenakan dari
para tamu terbaik Sam dan berdiri.
“Apa karena tiba-tiba
aku meminta sedikit jatah tampilmu,” tadas Sam, “nona Challysto tersayang?”
Mata Kenan melotot.
Buyar sudah. Memang
sudah waktunya amarah Sam meledak. Meskipun berusaha bersiap, kata-kata bak
halilintar di siang bolong itu tetap membuat mata Kenan melotot. Bukan hanya
dia, melainkan semua orang yang mendengar sanggahan manis itu.
“Nona Sadykova,
Anda ini bicara apa?” tanya tuan Percy, seorang komposer terkemuka dengan nada
geli. “Meskipun nona Ana Alexa sering tampil bersama Ferliaz Challysto, Anda
jangan salah mengira kalau –“
Jari telunjuk Sam
memegang pipinya sendiri. “Ehmm.. aku yakin itu buka salah kira.” Melihat Kenan
yang sudah tenang, api amarah Sam makin terbakar. “Namanya memang bukan Ana
Alexa. Ia juga punya darah keluarga Challysto. Apa namanya ya? Putri yang terhilang lalu berhasil dipungut kembali, bukan?”
Semua tamu terhomat
yang berdiri di sekeliling Sam melemparkan pandangan menggelegar pada Kenan. Di
saat yang sama, Ryan yang baru keluar dari dalam gedung pertunjukkan juga kaget
mendengar ada seseorang yang tahu rahasia mereka.
“Apa nona Alexa
sebenarnya mendapat reputasi dan kepercayaan akibat pengaruh Challysto secara
diam-diam? Oh, siapa tahu?” sindir Sam. “Pantas dia bisa naik peringkat menjadi
profesional dalam waktu singkat.
Membuat iri saja.”
Mendengar hal yang
kejam bagi Ryan mengenai sepupunya, tanpa pikir panjang ia lari mendatangi Sam
dari belakang untuk membela mati-matian adik sepupunya. Alhasil, makin melimpah
saja bisikan-bisikan tidak mengenakan.
Sebelum Ryan sempat
angkat bicara setelah berhasil berdiri menghalangi Kenan dari pandangan Sam dan
orang-orang lainnya yang mulai mengkerutkan wajah, tangan Kenan terangkat,
menyentuh pundak Ryan.
Kenan tersenyum
pahit. “Kupikir aku sudah siap untuk kehilangan segalanya lagi yang telah
dibangun di atas pondasi kebohongan.. tapi nyatanya tidak.”
“Jadi itu benar,
nona Alexa?” tanya semua orang berentetan.
Ketika Ryan sekali
lagi ingin mengambil alih keadaan, tangan Kenan menggengam lengannya. Kenan berusaha menenangkan Ryan yang hampir kehilangan
akal sehatnya demi dirinya.
Kenan menggeleng.
“Sudahlah, Ryan. Aku lelah hidup seperti ini. Aku sudah lelah berbohong seumur
hidup.” Ryan tersentak.
Suasana yang tadi
tegang bukan main langsung berubah gempar. Orang-orang yang daritadi hanya diam
untuk menonton pertunjukkan yang lainnya dalam sekejab ikut memeriahkan suasana
dengan bumbu-bumbu tak sedap didengar.
Tidak ada tambahan
pembelaan. Kenan undur diri dari tempat itu diikuti oleh pelayan setianya dan
pergi begitu saja meskipun banyak orang menyerukan namanya.
“Apalagi ini??” tanya Ryan yang otaknya mentok dan
pedih hati. “Kenan...” ucapnya lirih sambil melihat kepergian sepupunya.
|| Sion ||
Hai semua...
Rasanya aku lagi terjebak dengan kebosanan :')
Planning-ku banyak yang lagi mentok dan lumayan membuat down. T__T
Novel yang thriller juga mentok di jilid duanya. #sad
Eh jadi curhat. Gomen >___<
No comments:
Post a Comment