Saturday, 12 November 2016

Chapter 11 Setelah laaaammaaa vakum (-__-"")

Bada bada bum bum.... XD
Sion kembali lagi setelah 1 dekade chapter stop karena vakum. Tunggu, alasanku vakum apa ya? Kok aku lupa??
Well, siapa juga yang peduli ya?
Mari kita lanjutkan.... bagaimana nasib Kenan selanjutnya di Inggris??
Sebelum mulai, mari dengarkan ini dulu.... aku mau lanjut studi S-2 di Britania Raya, dekat major house keluarga Challysto itu lho~
Jadi, latar tempat yang kutuliskan ini semuanya nyata~
Fufufu
Nah, siapa lagi yang peduli soal ini ya?? Maafkan aku....


Chapter 11


Kenan terbiasa bangun pukul 5 pagi. Meski suhu di rumah itu mengerikan dan sekolah baru dimulai pukul 8, ia tetap ngotot bangun sambil gemelatukan gigi. Kenan menarik selimut lain yang ia temukan dan berjalan keluar kamar. Suasana di rumah itu sangat sunyi seakan-akan hanya dia yang hidup di sana.
Telinga Kenan mendengar percakapan di pekarangan depan. Tanpa perintah kakinya melangkah sampai di depan jendela. Kenan membukanya sedikit saja tapi udara sedingin es menusuk kulitnya yang mulai memucat. Kenan tak menghiraukannya karena ia ingin tahu siapa yang sedang bercakap-cakap di rumahnya yang senyap pada pagi buta itu.
“…, well, it is so ordinary to heard about Mrs. Ritsena but I have never hear if she has a daughter. I am very surprise when Mr. Ferliaz have take along a young girl who he said that she is his cousin,” kata seorang yang seperti tukang kebun.
Kenan pikir ia memang tukang kebun karena ia berbicara dengan butler di pekarangan rumahnya sambil mengenakan topi jerami. Namun, kelanjutannya tak terdengar lagi karena tubuhnya terseret di dinding sambil menggigil. Tekanan dingin yang masuk pelan-pelan menyakitkan. Telinganya serasa hampir pecah.
Miss! Are you okay?!” seru sang butler yang merangsek masuk panik.
Kenan yakin butler itu mendengar suara bedebum pelan dari jendela yang tertutup sendiri setelah terlepas dari tangan kaku Kenan. Ia tak bisa menjawab karena mulutnya beku. Sang pelayan tanpa perintah langsung menggotong nonanya ke kamar. Kenan di dudukan di kursi di depan perapian. Hangat. Kenan rasanya hidup kembali.
Thanks, Sir.” Sang pelayan menggeleng seperti sang koki menggeleng karena ia memanggilnya sir. Ia pun meninggalkan Kenan sendirian dalam kenyamanannya. Tanpa Kenan sadari ia pun kembali terlelap.

Kenan terbangun karena nyanyian burung di dekat kaca jendelanya. Ia terlompat dari kursinya setelah melihat jarum jam hampir menunjuk ke angka 7 di jam dindingnya. Kalau di Indonesia ia pasti sudah menjerit terlambat sampai semua bulu-bulu burung itu gundul. Kenan melempar selimutnya ke tempat tidur lalu berlari keluar kamar.
Sang pelayan tiba-tiba masuk dari pintu depan lalu menghampiri Kenan. “You already wake up, Miss,” sapanya terlalu sopan. Kenan mengangguk. “My honor, Miss. My name is Vincent Reamer, as your butler. Do you feel hungry, Miss?” Tanpa Kenan pungkiri ia langsung mengangguk. “You could get prepared yourself to go to school,” katanya dengan sopan sambil membungkukan badan.
Benar-benar butler, yang tak akan ada di Indonesia,” ujar Kenan takjub, “dengan matanya yang berwarna biru keabu-abuan.”
Kenan kembali ke kamar untuk mandi dan bersiap-siap. Yang terpikir, apa di sekolah itu ada seragamnya? Ia pun mengacak-acak seisi lemari pakaian dan tak menemukan yang dicarinya. Ia pasti akan merindukan seragam putih birunya dulu dan sangat menginginkan seragam putih abu-abu untuk 3 tahun mendatang.
Tubuh Kenan tertolong karena di kamar mandinya ada bath-tub berisi air panas. Selesai mandi tanpa buang banyak waktu ia langsung berpakaian supaya hawa dingin tak menusuk tulangnya lagi. Memalukan sekali kalau ia ambruk hanya dengan handuk. Ya meskipun tak ada juga yang mau lihat.
Selesai berpakaian dan mengambil buku-buku yang ada, ia keluar kamar dan berjalan dengan linglung. Sang butler dengan baik hati menuntun nonanya. Olehnya Kenan didudukan di meja makan dan dalam beberapa menit hidangan tersedia di depannya. Hidung Kenan begitu gatal dan mulutnya rasanya ingin sekali mengunyah.
Dasar mulut dan hidung yang tak tahu diuntung.
Pukul 07.18 A.M Kenan berangkat dari rumah ‘kecil’nya menuju sekolah. Catatan kecil Ryan menempel erat dengan sarung tangannya untuk menunjukkan arah menuju sekolah. Kalau benda itu hilang, nyawanya juga sama.
Setelah setengah jam Kenan naik turun bus sambil tersesat, ia pun tiba di sekolah yang waktu itu mereka kunjungi saat tengah malam. Ia ragu untuk masuk karena anak-anak yang datang kebanyakan naik mobil. Ia makin ragu untuk masuk sampai sang penjaga sekolah menuntunnya ke salah satu guru terdekat. Sang guru pun menyambutnya. Kenan melihatnya seperti ‘guru di sekolahnya dulu yang ia anggap berbahasa Indonesia’. “Anak baru? Saya memang mendengar sekolah kita akan kedatangan murid baru. Boleh saya tahu namamu?” tanyanya sopan tapi berwibawa.
“Kenan Grace, Miss. Selama ini saya tinggal di Indonesia, jadi bahasa Inggris saya kurang fasih. Jadi mohon bantuannya,” jawab Kenan.
Guru itu mengangguk. Selanjutnya selama perjalanan ke ruang kepala sekolah sang guru bercerita dengan bahasa Inggrisnya yang dibuat lelet.
“Ini murid baru, Pak kepala sekolah.”
Sang guru menyerahkan Kenan pada kepala sekolah begitu ruangannya dibuka. Beliau menyambut Kenan dengan hangat. Beliau mirip kepala sekolah di sekolahnya yang lama. Hal itu membuat Kenan merindukannya dan membuatnya jadi tersenyum sendiri sampai senyumnya seketika langsung menguap karena terdengar suara seseorang yang sangat sangat tak ingin ia dengar.
Good morning, Kenan!” sapa Ryan yang muncul dari sudut ruangan.
“Kenapa kau ada di sini?” tanya Kenan sinis, menahan ingin meninju.
Hebatnya Ryan mengulang pertanyaannya. “Why am I here? Because I miss my little cousin! serunya lantang. Kenan menyeringai. Ia sadar benar Ryan serta keluarganya punya pengaruh untuk menguasai suatu sekolah dan kepala sekolahnya. Terlihat jelas dari wajah tenang beliau waktu dengar kata ‘cousin’.
Beberapa saat kemudian seseorang mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan. Kenan kaget karena yang masuk itu adalah...
Morning, my Niece,” sapa paman Anderson gagah. Persis Lena dulu.
Anak dan bapak sama saja. Hidung Kenan mengernyit. Celebration for a little reunion. Very pleasant,” jawab Kenan menahan kesal. Tawa Ryan meledak.
Pamanku yang tercinta tak pernah mengajari putra semata wayangnya sopan santun ya? Hebat sekali, tingkah suka-suka Ryan di ruang kepala sekolah.
Paman Anderson mengajak Kenan duduk. Paman yang mengajak, bukan kepala sekolahnya. Anak dan bapak sama saja… kasihan pak kepala sekolah…
Selama paman berbincang dengan kepala sekolah, Kenan melihat ke arah Ryan yang bertingkah semaunya.
Kalau bibi Vani lihat, apa Ryan akan dijewer? Siapa lagi yang mendidik anak kera itu kalau bukan bibi Vani??
Dari awal sampai akhir pembicaraan yang intinya hanya membahas soal Kenan itu, Ryan sibuk berputar-putar di sekitar meja kepala sekolah.
So, you can go to your class at 1.4.” Kata 1.4 membuat Kenan rindu. “Do you want Ryan accompany you till your class?” goda paman Anderson.
Mulut Kenan tak tahan untuk mengumpat. “Makhluk yang nangkring di sana itu pasti sudah cerita ke paman, kan? Cukup sampai situ saja, hanya kita yang tahu.” Kenan menggeleng-geleng. Sebelumnya terima kasih, Pamanku.”
Kenan pergi dari ruangan. Ia mendengar kalau paman menggumam dan Ryan tertawa. Tertawa di depan orang yang ditertawakannya–pak kepala sekolah.
Sial. Dasar anak dan bapak aneh. Keluarga ini isinya orang-orang aneh dan kenapa aku malah ada di tengah-tengah mereka!?”


Pintu terbuka, Kenan masuk ke dalam kelas asing. Guru yang sedang mengajar berbaik hati menuntun Kenan ke depan kelas dan memperkenalkannya, “anak-anak, ini anak baru dari Indonesia, Kenan Grace,” seru ibu guru. “Bahasa Inggrisnya masih kurang lancar, jadi tolong kalian semua membantunya ya.”
Anak-anak seisi kelas itu sama sekali tak terlihat tertarik–apalagi niat bantu. Jadi, jangan harap bisa dapat perhatian. Ya, untungnya, memang hal itu yang diharapkannya. Makanya, Kenan berbicara santai berdua hanya dengan guru.
Tiba-tiba seseorang menyahut keras, “bolehkah aku tahu kausiapa?”
Dari intonasi pertanyaannya, kelihatan sekali ia anak bangsawan suka pamer. Yah, beberapa anak malah turut mengangkat kepalanya karena tertarik pada hal itu juga. Hal yang tidak penting seperti itu malah menarik buat mereka.
Malas-malasan Kenan menjawab pertanyaan anak itu dengan jawaban setengah bohong yang sudah dipikirkannya. “Aku hanyalah anak yatim piatu yang ada di sini karena kerabat jauhku menemukanku lalu menyekolahkanku.”
Anak yang bertanya tadi merasa kecewa. Begitu juga yang lainnya.
Kenan senang karena jawaban bernada datarnya tak jadi perhatian. Ia tidak peduli pada anak-anak macam itu yang sok pamer harta orang tuanya. Dimana saja selalu ada orang seperti itu. Tukang pamer kekayaan orang tua, suka bully, atau suka merendahkan orang lain. Jadi, itu hanya masalah membiasakan diri.
Grace bisa duduk di sana, di sebelah anak perempuan yang rambutnya pendek. Namanya Samantha Sadykova,” pinta sang guru mempersilahkan Kenan untuk duduk.
Kenan berjalan mendekati Sadykova dan ia menyapa Kenan dengan bibir datar yang nanggung kejelasannya. Ketika Kenan hendak duduk, ia merasakan ada hawa ganjil di sekitar kursinya. Nyatanya, saat Kenan pura-pura mau duduk anak yang ada di belakangnya itu sengaja menarik kursi dengan tali supaya ketika Kenan duduk nanti kursinya jatuh. Untungnya Kenan sadar duluan.
Tipuan murahan,” bisik Kenan. Anak itu mendecak kesal karena gagal sementara si guru memarahinya. “Anak bodoh lain dengan tipuan murahannya.” Anak itu melotot karena tahu Kenan sedang menghinanya. Dengan kasar, ia meminta Kenan berbicara bahasa Inggris. “Alright, your goodself.” Kenan tersenyum manis. “Previously I said, if you are a pudden boy who play with an idiotical tricks.”
Setelah merasa adil, Kenan lalu duduk santai di bangkunya sementara anak itu memaki Kenan dengan suara lantang. Ibu guru pun tambah mengamuk tapi Kenan malah pura-pura tidak tahu.


Bel isitirahat berbunyi tapi Kenan tak ada niat mengeluarkan sandwich-nya dari dalam tas. Ia bahkan tak tahu harus berbuat apa di kelas asing itu.
Seseorang menyapa Kenan dengan pelan. “Hei, ejekanmu pada anak itu keren.” Samantha Sadykova menegur Kenan dari sebelah tempat duduknya.
“Ah, maaf Miss, bisakah kau memperlambat pengucapanmu? Aku –“
Samantha tersenyum. “Tentu, aku mengerti.” Ia menggeser posisi duduknya. “Jadi, apa kau ingin tahu soal 1.4?” tanyanya. Kenan mengangguk. “Di kelas ini ada anak yang sangat menyebalkan. Ia duduk di belakangmu. Tidak ada yang berani duduk di kursimu lagi karena dia. Nama bocah itu Jerish Consta. Kau harus bersabar sampai kau dipindahkan dari tempat duduk itu.” Wajahnya menunjukkan perasaan iba.
Kenan akhirnya mau mengambil kotak makan siangnya dari tas sebagai asupan sambil berbicang. “Kau mau, Sady?” tanya Kenan.
Samantha mengangguk dan mengambil satu.Thanks. Ah, panggil aku Sam saja.”
Kali itu Kenan yang mengangguk dan lalu melanjutkan perkataannya. “Hmm, aku tak mau bersabar,” jawab Kenan. Sam terkejut. “Kalau aku melawan, semua menganggap aku satu-satunya orang yang bisa duduk di sini dan tak akan dipindahkan.”
“Kenapa? Kau ini aneh,” ujarnya heran.
Kenan menelan kunyahannya. “Kalau aku pindah, kau akan sendirian lagi,” jawabnya singkat. Sam tercenggang. “Aku bukan mau mengasihani tapi aku tahu rasanya sendirian itu tidak enak. Kenapa? Aku dari dulu memang aneh.”
Sam terharu. “Kau terlalu aneh. Tak ada satu pun orang yang memedulikanku tapi baru pertama kali kita bertemu kau langsung berkata seperti itu. Terima kasih.”
Kenan menghela nafas. “Sama-sama. Oh ya –“
“Benar dia!? Kapan tampilnya!?” jerit para perempuan dari ujung kelas membuat Kenan menghentikan kata-katanya. Jelas itu jeritan fans-fans cewek terhadap satu cowok populer yang kaya artis. Ampun deh.
 “Apa kau tertarik dengan gosip mereka?” tanya Samantha karena Kenan memandangi mereka serius sekali untuk sesaat.
Pikiranmu kemana sih, Sam? Ia merengut. “Kau gila ya. Di Indonesia pun perempuan berisik waktu bicara soal cowok populer. Dimana-mana sama saja.”
Sam mangut-mangut. “Tapi kalau populer sampai seluruh Inggris atau yang sampai seluruh dunia, aku yakin itu tidak bisa sesimpel itu.”
Kenan menghela nafas lagi. “Memangnya siapa? Aku jadi penasaran.”
Sam mengangkat alisnya. “Keluarga itu memang super kaya. Dengan uang saku putra tunggalnya saja bisa membeli rumah!”
Kenan teringat pada Ryan yang bisa mengeluarkan dompetnya dengan mudah untuk membelikannya rumah. Masih ada yang lebih kaya? Luar biasa.
“Jari tangan dari keluarga mereka bisa memainkan alat musik apapun. Semua yang mendengarnya merasa itu alunan terindah di dunia!” lanjut Sam lebay.
Kenan ingat lagi pada Ryan dan pianonya. Masih ada yang lebih jago? Amazing.
“Apalagi dia ada di sini. Eluan namanya takkan berhenti. Sam menarik bibirnya sambil berpikir. “Setiap hari, setiap saat. Selalu ada jeritan para perempuan!
“Sekolah ini ajaib. Anak macam itu saja ada di sini. Jadi, siapa namanya?” tanya Kenan malas sambil menyuguhkan satu sandwich lagi ke mulutnya.
“Kau bisa mencarinya sepulang sekolah nanti! Kalau beruntung bisa melihat langsung. Ia selalu kabur dengan mobil mewahnya.” Kenan teringat lagi dan lagi dan lagi pada Ryan yang tidak tahu tempat membawa mobil mewahnya–apa itu? Lamborgini? Ferarri? Apa pun mereknya itu–ke daerah perkampungan. “Ah, enak ya yang sekelas dengannya. Ah, dia dari bagian SMA, namanya Ryan Ferliaz Challysto.”

|| Sion ||

Saturday, 17 September 2016

Kacamata ala BPJS!!

Hai haiii!!!
Met malem semuaa :D
Hari ini Sion mau sharing sama kalian semua diluar momen tulis-menulis, curhat, atau anime-manga.

Aku mau berbagi sama kalian pengalaman aku dapet kacamata FREE tapi BERKUALITAS dari BPJS XD
Pamer dulu ah~


Kamis,  9 September 2016
Emakku sudah berkoar-koar supaya aku cek mata (apalagi aku keceplosan bilang ke mamaku kalau aku gampang pusing karena kayaknya minus nambah).
Berhubung keluargaku baru banget daftar BPJS dan mereka ngurus BPJS pas aku udah di Semarang, aku jadi gak tahu apa-apa soal BPJS ToT.

Lalu, sebelum memutuskan untuk ke kantor BPJS Semarang, aku hunting sedikit informasi lewat embah gugel. Aku ketemu blog-blog (yang maaf aku lupa alamat blognya,, maaf banget) yang menjelaskan sistematika penggunaan BPJS untuk ganti kacamata.
Tapi yang kuinget dari postulat blog itu: AKU TETEP CINTA BPJS MESKIPUN RAJIN DI-BULLY ORANG. Lol



Jadi... dengan berbekal pengetahuan seadanya:
1. Aku ternyata harus ngurus registrasi pindah domisili duluuu (karena aku terdaftar di domisili Bogor-Bekasi)
2. Aku harus dapat rujukan ke rumah sakit, tepatnya ke poli mata untuk dapat resep kacamata

 aku pun berangkat ke kantor BPJS jam 9 pagi di Jln. Sultan Agung deket Akpol.


Jumat, 10 September 2016
Percaya deh, niatnya aku berangkat jam 8 pagi.. taunya jam 8 baru bangun. Wkwkwk
Akhirnya setelah siap-siap, aku cus ke BPJS yang padatnya minta ampun. Segerombol makhluk hidup berebut antrian untuk ditanggapi pihak BPJS.
Aku cukup tertegun waktu lihat nomor antrianku... 141
Apalagi waktu tahu aku harus naik ke lantai 5 tapi nunggu liftnya turun aja.. 5 menit tiap satu lantai. Kapan naiknya gue oi :'(
Aku pun memutuskan untuk.. NAIK TANGGA. Lumayan lha jogging.
Terus.. aku cukup stres waktu tau nomor antrian terakhir yang dipanggil nomor... 89.
Yang cukup mengenaskan sebenernya setelah menunggu 2 jam, pas dipanggil antrian dan aku bilang mau pindah domisili, mbaknya bilang. surat keterangan domisilinya mana, Mbak? MANA... MANA... MANA...
Alhasil... aku pulang dengan tangan hampa...

Jam 13.00, aku pergi ke rumah ketua RT untuk minta keterangan surat domisili. Ternyata gampang dan cepet, Bro. Dalam 10 menit, aku sudah keluar dari rumah ketua RT.
Melanjutkan perjalan untuk minta tanda tangan pak ketua RW... aku menembus panasnya Semarang di rembang tengah hari dengan hanya dilindungi selembar jaket warna tosca..


Waktu tanya orang jalan ke rumah ketua RW.. agak gagal paham juga kenapa jadinya gue lewat hutan gini...


200 m lagi sampai di rumah ketua RW!! Itu yang warna rumahnya jingga~

Jam 18.30, ini baru jam yang bener aku dapat tanda tangan sama cap ketua RW. Tadi siang, bapaknya tidur!

Selasa, 13 September 2016
Aku pergi ke kantor kelurahan Tembalang untuk dapat surat keterangan domisili yang kata pak ketua RW-nya punya kekuatan hukum lebih kuat. Oke, yang satu ini aku gak mudeng maksudnya apa.

Jam 13.10. Dosenku gak jadi datang ngajar. Aku nekat langsung ke kantor BPJS lagi!
Aku lebih syok kali ini dapat nomor antrian... 244.
Puji Tuhan gak sampai setengah jam aku langsung bisa ke mbak customer service-nya gara-gara kantor BPJS-nya udah sepi. Wkwkwk


Rabu, 14 September 2016
Weks, sakit-sakit (sakit lambungku kumat euy) aku ke puskesmas jam 9 demi cepet dapet kacamata baru.
Begini ceritanya... aku kan gak mudeng soal 'mekanisme dapat rujukan' dari faskes I (Faskes I yang aku pilih: puskesmas Rowosari, Bulusan, Tembalang). Jadi, aku memasrahkan diri diapain aja sama mbak-mbak yang ngurus registrasinya. Waktu ditanya sama dokter umumnya aku mau dirujuk kemana, jawabku: "mana aja, Dok. Yang penting antriannya gak panjang". Finalnya, aku dirujuk ke RSND (R.S-nya UNDIP). Ceritnya selesi.

Aku udah ketiduran waktu di depan tv puskesmas waktu dipanggil untuk dapet surat rujukannya.
Setelah kutanya-tanya sedikit, ternyata mudah banget dapat rujukan ya. Hahaha :)

Jam 09.30, aku cus ke RSND, tak peduli bensin motor udah E.
Sebelum ambil nomor antrian, aku melengkapi berkas yang diminta RSND khusus pasien BPJS.
Berkasnya:
1. Surat asli rujukan + Fotokopinya 2 rangkap
2. Fotokopi KTP/KK 2 rangkap
3. Fotokopi kartu BPJS 2 rangkap
Jeng jeng... Anda sebenarnya sudah bisa menikmati fasilitas kesehatan dari negara dengan bermodalkan 7 lembar kertas itu!!
Yang penting jangan kaya Sion ya, nunggu antrian dulu baru nanya dokternya (aku cari dokter poli mata) ada apa enggak. Sia-sia waktumu euy.
Untung aku ngantrinya cuma 20 menit (nomor antrian: 99). Jadi, gak begitu depresi waktu petugas di meja registrasi bilang dokternya baru ada hari Jumat.
Petuah si petugas tadi sama satu mbak perawat: "Mbak, besok pagi BANGET ya ke sininya. Paling enggak jam 7 udah di sini ya. Soalnya hari Jumat biasanya rame banget. Auw, ngeri banget dengernya, Keknya dipikiranku, antriannya udah kaya antrian sembako.

Jumat, 16 September 2016
Pagi-pagi aku siap ke sana!! Nyatanya,, itu mimpi. Aku baru bangun aja jam 7. Gak sempet mandi ni waktu inget kata mbak perawat kemarin.
Jam 7.35 aku cus ke RSND lagi, ambil nomor antrian lagi, duduk nunggu lagi.
Sambil nunggu aku perhatiin tuh rumah sakit. Kosong tahu. Bahkan lebih rame Rabu siang kemaren.
Sekitar setengah sembilan nomor antrianku dipanggil (nomor: 44). Coba deh inget. Kenapa nomor antrianku hampir selalu ada angka 4-nya??

Sama petugas registrasi, semua berkas (7 lembar itu) diserahin. Gak pake muluk-muluk, aku langsung disuruh ke lantai 2, ke koridor poliklinik.
Berhubung aku kurang tidur, sampai di ruang tunggu, plek, aku ketiduran.
Yah, waktu dipanggil untung aku bangun. Wkwkwk.
Eit, ini bagian penting ni (bagi saya), harap disimak!
Aku langsung disuruh masuk, disuruh duduk di depan mesin cek mata.
Aku sekilas lihat minus mataku dari struk mesin cek mata itu: R 1.57, L 1.62. Weks, gak salah tuh??
Si mbak perawat setelah ngecek mataku secara otomatis, sekarang mataku dicek secara manual.
Bagi yang pernah cek mata di optik, pasti tahu banget kek apa metode cek mata lha ya. Yang pake kacamata besi nan berat itu yang lensanya bentuknya kata huruf Q.
Mbaknya sempet bingung soal minus mataku sebenernya berapa. Jeng jeng, si pak dokter spesialis mata akhirnya turun tangan.
Di tiap kesempatan aku tanya-tanya sama dokter di sana. Apa aja lah yang kepikiran.

Oke, di sini bagian yang aku suka dan membuatku jadi cinta BPJS banget lhaa..
Sementara pasien lain yang sudah masuk ke ruangan itu dan keluar lagi, aku yang sudah dicek minus matanya nunggu resep kacamata di dalam ruangan yang ber-AC cuy. Ihiy.
Resep kacamata diserahin ke aku oleh di perawat setelah aku menyerahkan berkas tambahan:
1. Fotokopi KTP/KK 1 rangkap
2. Fotokopi kartu BPJS 1 rangkap

Aku pun keluar dari poliklinik mata dengan bahagia. Wkwkw.
Mbak perawat nyuruh aku ke meja resepsionis awal (tempat tadi aku ambil antrian). Di sana, mas petugasnya nyuruh aku nunggu di ruang tunggu untuk dapat nomor BPJS.

Ini juga penting ni, Kawan.
Setiap rumah sakit kebijakannya beda-beda soal nomor BPJS. Berdasarkan cerita mamaku, dia dari rumah sakit harus ke kantor BPJS lagi untuk dapat nomor BPJS untuk tebus resep kacamatanya. Sementara aku, puji Tuhannya dapat nomor BPJS di rumah sakit. Si mas petugas tadi menghubungi kantor BPJS lewat telepon untuk dapat nomor BPJS. Huee!!! I Love You BPJS!!
Kurang bahagia apa aku waktu masnya sendiri yang nulisin nomor BPJS-nya ke resep kacamatanya!?

Jam 13.20. Setelah emakku selesei koar-koar di telepon, aku masuk ke optik bertanda BPJS.
Kawan, jangan lupa cek optiknya ada tanda 'terima BPJS Kesehatan' apa enggak yaa. Entar uangmu keluar percuma.

Nama optiknya Optik Boy, di seberangnya Java Mall Semarang. Optiknya nyaman banget lho :D
Penjaga optiknya juga ramah and sabar banget ngadepin gue. Wkwkwk.
Oh ya, berkas yang diminta optiknya ada ini:
1. Surat asli resep kacamata dari rumah sakit
2. Nomor BPJS kacamatanya
3. Fotokopi KTP/KK 1 rangkap
4. Fotokopi kartu BPJS 1 rangkap

Yang paling the best menurut aku sebenarnya ini... "Mbak, kacamatanya jadi nanti jam setengah 8 ya".
What?? Dalam 5 jam kacamatanya jadi!? Optik ini pikirku ajaib banget!!
Udah free, tempatnya enak, yang jaga baik, kacamatanya cepet banget jadinya! Pertama kali aku beli kacamata aja, jadinya 3 hari. Ini, semaleman aja gak ada!!
Optik Boy recomended banget buat kamu lha!! (endors mode on)

Sabtu, 17 September 2016
Aku baru sempet ambil kacamatanya hari ini, pas hujan-hujan pula.


Di sana, ibu yang jaga optiknya ramah banget lho. Pelayanannya tidak pandang bulu BPJS apa enggak :D tetep maksimal!
Mana aku bahkan bisa minta sedikit perbaikan buat kacamataku yang minus 1.25 kemaren (frame-nya sedikit bengkok dan bautnya agak longgar). Sayang, siapa tahu bisa dipake lagi.
Sedikit ngobrol dan minta kacamata baruku diatur supaya pas, aku pun pulang ke kosan dengan hati gembira!!
Tada~~
Kacamata baru yang frame-nya dari plastik, bisa ditekuk-tekuk, ringan, tipis, warnanya terang!


#TerimaKasihBPJS
#TerimaKasihPakJokowiDariMahasiswaKosKosan