Biarkan diriku curhat dulu ya...
Sion nganggur tulen ni. Nunggu buat wisuda kagak boleh keluar rumah, mau ke rumah temen aja diomelin. Apalah dayaku ini ToT
Kira-kira, kegiatan apa yang cukup masuk akal untuk mengisi kekosongan ni?? Jadi adek rumah tangga itu meremukkan tulang. Hiks...
Ya sudahlah...
Check it out chapter 14,, yuhuuu...
Chapter
14
Pengharapan Kenan
serasa runtuh setiap kali wajah Lena yang selalu tersenyum pura-pura kuat
terbayang. Ia kehabisan akal untuk bersikap pada Lena, bahkan pada dirinya
sendiri. Hidupnya penuh gelimpang harta, sementara dunia Lena adalah kotak
sempit rumah sakit dan untuk seumur hidup ia takkan pernah meninggalkan obat, infus, suntikan, dan selang-selang yang makin hari
makin bertambah banyak jumlahnya.
Sesakit apapun hati Kenan diiris-iris melihat Lena, ia sudah
berjanji tak ada tangisan lagi. Sosok Lena yang hidupnya terpuruk tetapi masih
saja sukacita cukup membuat Kenan punya semangat hidup. Kenapa harus sedih?
Kenapa harus kalah pada keadaan? Pada keadaan Lena juga pada keadaan saat itu
dimana suhu udara menusuk tulang. Ia
lelah memikirkan masalah
karena segalanya takkan ada habisnya.
Esok paginya sebelum ke sekolah ia menyempatkan diri mampir ke minimart
terdekat. Ada sesuatu yang harus ia beli
dan tak terlupakan
juga susu kotak kesukaannya
yang baru ia sadari
beberapa saat yang lalu kalau harganya memang mahal sekali.
“Pantas Sam curiga.”
“Kau suka sekali
sama susu itu ya? Lagi banyak uang?” tanya Sam curiga.
“Tidak juga. Ada
satu boks penuh persedian. Kau mau? Besok kubawa.”
Sam menatapnya heran. “Susu itu sudah disiapkan? Kerabatmu itu benar-benar kaya raya, baik, dan perhatian ya. Aku jadi ingin lihat mereka dan tempat
tinggalmu.”
“Hanya rumah biasa
saja. Tak perlu dilihat karena bisa kugambarkan.”
“Terdengar seperti sarang
lebah.” Sam tertawa sambil duduk di bangkunya. “Oh, kau sudah beli harmonika?” tanya
Sam. “Asal kau masih ada niat belajar
harmonika,
kecuali kalau kau setuju menerima violin Melque.”
“Melque serius?” Tangan Kenan memukul dahi. “Ah, aku lupa
harmonikanya. Nanti pulang sekolah ingin sekali aku beli. Toko musik dimana?” tanya Kenan.
“Kau mau pergi bersamaku? Aku ingin beli senar
baru sekalian.”
Sebelum Kenan sadar kalau ia hendak mengangguk, ia lebih dahulu terkesiap
ketika mengingat kalau ia
belanja selalu menggunakan kartu kredit atau kartu debit pemberian keluarga Challysto. Juga, ia
teringat sesuatu yang tadi sudah disiapkannya.
“Ah, aku lupa
pulang sekolah nanti aku harus ke perpustakaan,” elaknya.
“Perpustakaan?
Untuk apa?” tanya Sam yang tidak curiga Kenan beralasan.
“Dari dulu aku suka
perpustakaan. Baru kemarin aku tak sengaja menemukan perpustakaan sekolah ini.
Besar sekali. Luar biasa. Berbagai
macam buku ada.”
Sam tertawa.
“Jangan konyol. Sekolah ini seperti istana. Sampai sekarang pun aku tak pernah
tahu di mana perpustakaannya.”
Bodohnya
anak ini keterlaluan juga… “Maaf, aku memilih perpustakaannya.”
“Tidak apa-apa.
Lagipula kita bisa pergi sama-sama
lain kali,” jawab Sam mengiyakan dengan santai.
Ia memang tidak
peka kalau Kenan
sedang membohonginya. Satu hal yang
membuat Kenan nyaman berteman dengannya dan bukan dengan Melque dkk. Lebih mudah membohongi anak bloon daripada bocah tukang
gosip.
Seperti ucapannya
tadi, sepulang sekolah Kenan langsung pergi ke perpustakaan untuk menjalankan
maksudnya sendiri, bukannya membaca.
Di perpustakaan
besar yang luasnya seperti pabrik Coca-Cola
itu, Kenan mencari buku yang menurutnya lumayan normal apabila dibaca anak sepantarannya. Sekembalinya dari menjelajah, ia meletakkan tumpukan
buku itu di meja dengan tidak ada hasrat ingin membacanya
sama sekali. Hanya basa-basi.
Kenan mulai iseng membuka-buka halaman buku yang penuh dengan istilah
Inggris rumit lalu diletakkan lagi. Dengan sengaja ia mengabaikan larangan untuk membawa makanan dan minuman dan dengan sengaja pula menumpahkan sebotol susu strawberry
yang tadi pagi ia beli
ke meja. Penjaga perpustakaan menghampiri lalu memarahinya.
Satu jam lebih ia terjebak di perpusatakaan untuk membersihkan ulahnya. Begitu usai, ia dapat
bonus hukuman merapikan buku-buku yang berantakan. Percayalah, itu makan
banyak waktu dan tenaga tapi memang itulah yang ia harapkan. Berlama-lama dengan cara yang wajar sampai semua murid
pergi.
Suara pintu
terbuka. Kenan
tak sempat bersembunyi.
“Sudah kuduga.
Ternyata memang kau,” ujar Ryan.
Dahinya berkerut.
“Kau langsung lari ke sini begitu mendengarkan suara violinku? Instingmu hebat.” Kenan menoleh.
“Jadi, gosip itu sudah sampai ke SMA?” tanya Kenan lagi pada Ryan yang hanya diam
memandanginya. “Sampai kau yang anak emas turun tangan.”
“Tentu saja. Harusnya mereka curiga pada suara
yang tiba-tiba muncul beberapa minggu setelah kedatangan murid baru. Kenapa kau
jadi ‘The Pernambuco’?”
“Memangnya aku yang
menamai diriku dengan nama bodoh itu? Ada yang salah dengan penghuni sekolah
ini. Dan mereka saja yang langsung percaya aku tak bisa main musik,” jelas
Kenan sewot. “Lalu, kau yang paling mengenal nadaku kenapa kemari? Mau
mengiringiku dengan flute atau mau main violin sama-sama?”
Ryan berkacak
pinggang. Ekspresinya adalah emosi wajah yang tak pernah Kenan lihat
sebelumnya. “Tahu darimana aku bisa main flute? Aku tak pernah bilang apalagi menunjukkannya padamu.
Terus, bagaimana kau bisa ambil violin dari ruang kesenian yang selalu terkunci
rapat itu?”
“Tempat itu seperti
gudang harta alat musik ya.” Pikiran Kenan memutar kembali memori
di saat ia yang sudah tak punya apa-apa menumpang di rumah keluarga Lena yang
miskin dulu. “Aku sudah bilang, jangan tanya yang kau sudah tahu jawabannya.
Siapa yang tak kenal seluk beluk Ryan Ferliaz Challysto di tempat ini??”
“Jawab sajalah, Ken.”
“Ada satu jendela
yang kuncinya longgar. Mudah membukanya dari luar.”
Kaki Ryan melangkah
maju untuk mendekati Kenan.
“Kenapa? Kau itu
sebenarnya kenapa? Apa yang kau pikirkan? Aku tak mengerti. Aku menghargai
mimpi dan tekadmu. Selalu. Tapi dari awal, apa untungnya buatmu jaga jarak
dariku? Dari Challysto, Kenan?”
tanya Ryan yang akhirnya menumpahkan perasaannya, putus asa untuk mendekatkan diri pada
sepupu kecilnya.
Pertanyaan-pertanyaan
itu membuat Kenan menyeringai marah. Mata Kenan menyala, melotot melihat
Ryan yang warna irisnya sama sepertinya,
cokelat madu.
“Jangan bakar
amarahku, Ryan Ferliaz Challysto. Aku bukan siapa-siapa yang perlu repot-repot
jaga jarak dari kau dan keluargamu. Jangan rusak kesepatakan kita karena emosi sesaat
itu. Jadi, aku minta tolong jaga ucapanmu. Tidak pantas.”
Ryan balik memelototi Kenan dan mengabaikan pengusirannya. “Bukan siapa-siapa?
Siapa? Aku? Aku sepupumu! Aku kakakmu, Kenan Grace Chall –“
“Diam!!” Kenan
melempar bow dari tangannya.
Ryan terlompat kaget
karena Kenan berteriak sangat keras. Jeritan penuh emosi yang baru pertama kali
ia dengar dari sepupunya
yang jadi semakin pemurung
setibanya di Inggris.
Ryan menenangkan
dirinya sendiri. “Darahmu tak bisa kau tolak, Kenan.” Ryan mulai menguraikan
semua yang mengganggu hatinya selama ini. “Dari awal masalah sakitnya Lena,
berikutnya rumah, dsb, lama-lama terlihat alasan-alasan yang kau sembunyikan.
Kenapa kau menghindari kami? Kenapa kau menolak kami? Apakah sampai saat ini
pikiran ‘rasa bersalah, aku hanya anak hilang, aku tidak pantas’ itu masih saja
ada di kepalamu sampai kau bisa secara sengaja mengabaikan orang-orang yang sayang
padamu? Kenan di hadapanku yang sudah lama kehilangan senyumannya juga sudah
kehilangan hatinya ya.”
Kenan diam
mematung, menunduk. Wajahnya
tertutupi oleh
poni.
“Aku tidak peduli
pada itu semua, Ferliaz. Dari awal aku memang yatim piatu. Dari awal aku sudah tak
punya apa-apa. Hartaku tinggal Lena dan violin.
“Siapapun itu,
paman Anderson dan bibi Vani, hanya peduli padaku ketika aku ditemukan mewarisi
darah yang sama denganmu. Kalau tidak, aku tetap saja anak yatim piatu yang
hidup sebatang kara!” Kenan sudah mendongak dengan gigi gemelatukan. “Satu hal,
Ryan. Lebena segalnya bagiku, dia duniaku saat tidak ada siapapun yang dapat
kuharapkan. Jadi, hatiku yang ada pada Lena hancur melihat Lena hancur! Kau
yang punya segalanya tidak akan mengerti itu!!” Kenan menggertakkan giginya
keras-keras. “Uang dan harta keluarga Challysto yang dapat membeli sepertiga Eropa
juga tidak dapat menemukan apalagi membeli hatiku yang memang sudah hilang!” ujar Kenan dalam.
Ryan menarik tangan Kenan lalu melayangkan tangannya
ke pipinya. Ia menampar Kenan, sepupunya
yang ia anggap adiknya sendiri.
“Beli apa katamu!?”
tanya Ryan dengan sangat marah. “Otakmu memang makin rusak kena salju Inggris
dan obat-obatan rumah sakit yang menguap!”
Kenan memegangi pipinya yang memerah. Ia berhenti bersikap tempramental dan jadi tenang sambil menyusuni semua
barang-barangnya. “Ini tempatku, kediamanku, tuan Challysto. Tolong pergilah
dengan menutup mulutmu dari Brokeveth, juga Inggris.” Tas di pundak kiri
sementara tas violin di lengan kanan, Kenan
berjalan pergi menuju
pintu. Ia pula masih ingat memungut bow yang
ia lempar. Jari telunjuk kirinya menekan-nekan pelipisnya. “Oh iya, kau benar,
otakku rusak akibat salju, obat, dan uang-uang yang kalian sodorkan padaku.” Kenan menarik pintu agar tertutup.
“Sayangnya uang itu tidak berhasil juga mencari dimana hatiku.”
“Kenan!” seru Ryan
sekuat tenaga.
Beberapa detik
kemudian ia berlari dan membuka paksa pintu, tapi ia tak mendapati seorang pun
di balik pintu itu.
Ryan memegangi keningnya. “Pikiranmu masih saja berbelit-belit.
Apa yang salah dengan isi kepalanya? Apa karena terlalu kepintaran makanya anak
13 tahun bisa bicara seperti itu? Mau sampai kamu mau menutup diri, Kenan?”
Ryan seperti hendak menahan tangis. “‘The
Pernambuco’, sepupuku yang tak mengerti juga disayang.”
|| Sion ||
Tiba-tiba Sion kepikiran. Adakah dari antara kalian yang mencicipi udara Inggris? Naik feriswheel atau lihat gedung yang kaya pickles itu. Hwehehe.
See you next week~
Bagus, saya suka settingnya.
ReplyDeletemusiknya diganti dong, gak cocok sama ceritanya.
kalo dikasih musik klasik malah lebih dapet.
updatenya jangan lama-lama dong, ini mah cerita bersambung bukan novel.
Ahay. Thank you for your respond >__<
DeleteTapi kayanya 90% judul lagu yang Kenan mainin itu sepertinya musik klasik. hmmm... coba ingatkan aku judul lagu yang mana yang bukan musik klasik selain Sweetbox?
Siap. Aku mau kelarin sebelum tahun baru. Stay tune terus ya >__<