Ini adalah cerita
pengantar tidur dari ibuku di Aula Smetana, dari Praha yang romantis. “Jangan
beranggapan kalau biola itu semuanya sama. Violin, biola terkecil yang paling
umum dikenal adalah biola yang nyanyiannya paling nyaring. Bila ia disamakan
dengan gumaman viola, maka cello akan menangis”.
Ini adalah cerita
pengantar tidur dari ibuku di panggung Salzburg, dari Wina yang indah. “Kalau
mau menggesek biola, geseklah dengan lembut dan penuh perasaan. Ya, ‘adagio’; berjalan lamban tapi penuh dengan perasaan”.
Ini adalah cerita
pengantar tidur dari ibuku di panggung The Proms, dari Inggris yang dingin saat
air hujan di Indonesia membeku di sana. “Suara bisa merambat di udara karena
ada getaran dan soundpost akan membuat perasaan pada alunan violinmu
sampai ke hati orang lain”.
Jangan samakan violin
Kenan dengan violamu atau ‘ia’ akan menangis. Nada cellonya begitu lembut dan
penuh perasaan sampai Kenan yang murung karena telah kehilangan segalanya bisa
mendapat kebahagiannya kembali. Di saat soundpost-nya
retak karena caci maki orang yang merambat di udaranya, nada cellonya dapat
bersenandung memperbaiki hati yang terluka.
Bertahun-tahun telah ia jalani sendiri bagaimana hidup
tanpa arah. Menatap ke belakang hanya ada rasa bersalah tentang kematian ayah
dan sahabatnya, menatap ke depan hanya ada ratapan saat semua harapan pada alunan
musik kesayangan sahabatnya diinjak orang, diam di tempat hanya merenungi nasib
tanpa ekspresi.
Tak ada lagi cinta.
Tak ada lagi sayang. Tak ada lagi kasih. Tak ada lagi nada. Lantas kepada siapa
Kenan harus memperdengarkan gesekannya? Haruskah berterima kasih pada dinding opera
yang tidak bisa tersenyum seperti Lebena? Rasanya soundpost-ku hancur.
Ini adalah cerita
pengantar tidur dari ibuku dari festival okestra, dari Indonesia tanah
kelahiranku. “Soundpost adalah sebatang kecil, bagian dalam dari
violin yang gunanya untuk merambatkan suara sampai biolamu dapat beresonansi.
Ketika pertama kali menggesek biola, kau takkan tahu kalau ada soundpost di sana. Kenan tidak pernah tahu ada soundpost-nya di sana. ‘Ia’ yang menjadi sayangya,
menjadi kasihnya, menjadi nadanya, menjadi ‘adagio soundpost’ violinnya. Lambat sekali tetapi penuh
perasaan. Kenapa adagio? Kenapa tidak menjadi crescendo soundpost yang berangsur jadi keras bagi violinku?”
Ini adalah cerita
pengantar tidur dari ibuku, putri kesayangan dari keluarga Challysto yang
menemukanku; Apa sebenarnya maksud adagio soundpost??
Ketika ibuku bercerita dari negeri yang jauh dan tak tergapai bagi aku yang
masih hidup, aku tidak mengerti. Hanya ini yang dapat menjelaskannya padamu…
dari nyanyian violinku…
No comments:
Post a Comment